Di tengah-tengah sektor minyak sawit yang menggelora di Ghana, tempat udara dipenuhi aroma biji kelapa sawit yang telah diproses, Wawoe Francisca Afio yang berusia 30 tahun mengemudikan sebuah truk melalui jalan-jalan pabrik yang sempit.
Francisca bukan hanya seorang pengemudi truk dan traktor; ia juga seorang mekanik terlatih yang telah melalui segala rintangan untuk menjadi yang terbaik di kelasnya. Namun, ia juga seorang perempuan yang bertekad untuk melawan norma-norma gender dari balik kemudi. Ia berjuang sambil bekerja sama erat dengan serikat buruh untuk mengadvokasi sistem dan struktur yang sadar dan sensitif terhadap gender dan perempuan di industri-industri yang didominasi oleh laki-laki.
Francisca Wawoe di atas truknya
Tumbuh sebagai pedagang kaki lima
Kisah Francisca dimulai di Kpone Katamanso, tempat ia menghabiskan masa kecilnya di antara kendaraan yang lalu-lalang, menjual produk ikan dan jagung kepada para pelancong. Sebuah dunia tempat bertahan hidup dengan tekanan setiap hari tempat ia belajar ketangguhan sejak dini. “Saya mulai berjualan saat berumur empat tahun,” kenang Francisca. “Berjualan di jalanan sangat sulit dan saya menginginkan sesuatu yang lebih baik. Akan tetapi, pekerjaan yang tersedia saat itu kurang menantang bagi saya.”
Sebuah iklan di surat kabar mengubah hidupnya. Daily Graphic memuat iklan lowongan kerja dari Adidome Five Star Engineering Institute bagi perempuan muda yang tertarik untuk mengoperasikan traktor. “Saya melihat iklan tersebut tepat pada waktunya, hari itu adalah hari terakhir untuk melamar,” katanya. “Pada awalnya, mereka hanya akan memilih 30 perempuan, tetapi saya cukup beruntung untuk menjadi yang ke-31.”
Menerobos rintangan di kelas
Mendaftar di program tersebut hanyalah rintangan pertama. Sebagai lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) tanpa pelatihan teknis sebelumnya, Francisca mendapati dirinya berada di antara para siswa dengan latar belakang teknis yang kuat. “Memang sebuah perjuangan,” ia mengaku. “Saya menyukai pertanian karena saya dibesarkan di lahan pertanian, tetapi saya tidak pernah menyukai matematika. Pelajaran teori merupakan mimpi buruk–saya hampir tidak mengerti apa pun. Bahkan teman-teman sekelas saya yang memiliki pengetahuan teknis pun kesulitan. Namun, saya bersinar di sesi praktikum.”
Kegigihannya membuahkan hasil. Pada akhir program, ia tidak hanya menjadi yang terbaik di antara teman sekelasnya yang perempuan, tetapi ia juga mengungguli banyak mahasiswa teknik.
Francisca siap untuk memulai aktivitas hariannya
Pada tahun 2021, Francisca mulai bekerja untuk Ghana Oil Palm Development Company Ltd. (GOPDC) di Kwae, di wilayah timur. Sebagai ibu dari dua anak, ia bercerita tentang banyaknya tantangan yang dihadapi perempuan di bidang pekerjaannya. “Beberapa rekan perempuan saya berhenti karena masalah kesehatan,” katanya. “Banyak yang mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur dan beberapa orang mengalami gangguan kesuburan. Pekerjaan ini menuntut secara fisik dan Anda tidak akan bertahan tanpa visi dan tekad yang kuat. Saya telah melakukan pekerjaan ini selama tujuh tahun dan tidak ada yang dapat mengatakan bahwa mereka melakukannya tanpa masalah. Akan tetapi, saya terus mengemudi.” Francisca mengakui bahwa berbagai kegiatan serikat buruh, seperti menyebarkan informasi tentang keselamatan dan kesehatan kerja serta mempromosikan tempat kerja yang bebas dari kekerasan, telah memberikan kontribusi yang besar untuk mengurangi masalah di sektor ini.
Memperjuangkan kondisi kerja yang lebih baik
Perjuangan Francisca tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga berlaku untuk sebagian besar perempuan. Serikat Buruh Tani Umum/General Agricultural Workers’ Union (GAWU) yang aktif di dalam perusahaan menyadari berbagai masalah yang dialami perempuan di perkebunan. Menurut ketua serikat buruh, Opoku Adjei George, mereka telah melakukan penelitian, memberikan pendidikan dan pelatihan, serta mengadakan program-program penyadartahuan dengan dukungan dana dari Mondiaal FNV. Hasilnya digunakan dalam pembicaraan dengan manajemen, yang menghasilkan kebijakan yang peka terhadap gender dan kesepakatan bersama untuk melindungi buruh, terutama perempuan.
“Kami memastikan perusahaan memiliki kebijakan yang melindungi buruh dari kekerasan dan situasi yang merugikan,” kata George. “Kami memiliki peraturan pelaporan pelanggaran, kebijakan melawan kekerasan verbal, dan tindakan terhadap pelecehan seksual.” Serikat buruh juga telah membuat sistem bagi pekerja untuk melaporkan kasus kekerasan.
Mengenai pakaian pelindung, pemimpin GAWU menambahkan, “Setiap buruh mendapat Alat Pelindung Diri (APD), tetapi beberapa orang memilih untuk tidak memakainya. Jika Anda tertangkap basah tidak memakainya, akan ada konsekuensinya.” Dengan cara yang serupa, GAWU telah bekerja sama dengan perusahaan untuk mempromosikan pendekatan berbasis gender terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), termasuk APD yang sesuai untuk perempuan dan laki-laki, serta untuk mengatasi dampak gender dari pekerjaan perkebunan.
Gender, keragaman, dan inklusi
Andoh Enyam Andrew, Manajer Hubungan Masyarakat di perusahaan minyak sawit GOPDC, menekankan komitmen perusahaan terhadap inklusi gender. “Dari 4.000 pekerja kami, lebih dari 40 persennya adalah perempuan, termasuk perempuan dari masyarakat sekitar yang kami beri kesempatan tanpa diskriminasi,” ucapnya. “Kami percaya pada kesetaraan gender. Ketika seseorang memiliki semangat dan motivasi, kami mengevaluasi dan mempekerjakannya, termasuk penyandang disabilitas.”
Anggota dewan perwakilan rakyat Kota Kwae, Evans Azumah, menghargai upaya-upaya GOPDC untuk mempekerjakan orang muda yang paling banyak dari berbagai komunitas. “Masyarakat sangat berterima kasih kepada GOPDC yang telah mempekerjakan setidaknya 60–70% orang muda. Upaya ini secara signifikan telah mengurangi masalah sosial, seperti kehamilan remaja,” jelasnya.
Seruan untuk perubahan
Bagaimanapun, Francisca bertekad untuk mendesak reformasi di seluruh sektor. Ia telah melakukan advokasi bersama serikat buruh dan rekan-rekannya untuk memperoleh upah yang adil, program bimbingan, serta kebijakan yang memastikan bahwa perempuan berpendidikan tidak diabaikan dan agar mereka diintegrasikan dengan baik. “Perempuan di sektor ini bekerja sama kerasnya, jika tidak lebih keras dari laki-laki. Kami membutuhkan kebijakan yang sadar dan peka terhadap gender yang mencerminkan nilai kami dan menghargai upaya kami,” katanya.
Walaupun saat ini ia masih berada di belakang kemudi, suara Francisca semakin kuat. Ia tidak hanya mengendarai truk dan traktor, ia juga menciptakan perubahan. Bagi para perempuan di bidang teknik, pertanian, dan lainnya, Francisca adalah sumber cahaya harapan.
Teks: Rosemond Akuorkor Adjetey
Foto: Mark Aduala